Beranda | Artikel
Majelis Gelak Tawa
Selasa, 14 Januari 2014

MAJELIS GELAK TAWA

Tidak bisa dipungkiri, saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rilek dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, mengusir gelisah, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu, badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Dan itu sah-sah saja dilakukan selama tidak berlebihan dan mengandung hal-hal yang dilarang dalam ajaran agama kita, Islam. Karena sebagaimana diceritakan dalam banyak riwayat, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bercanda. Terkadang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda bersama para sahabat yang sudah dewasa, terkadang dengan anak kecil, dan juga dengan keluarganya. Ini beliau lakukan sekali waktu saja, tidak setiap saat dengan tetap memperhatikan ajaran-ajaran agama. Meski bercanda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berdusta dalam candanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا

Sesungguhnya aku juga bercanda, akan tetapi aku tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar saja.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengancam orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang lain tertawa, celakalah ia, celakalah ia.

Ini menunjukkan, larangan melanggar rambu-rambu syariat meskipun saat bergurau, misalnya dusta, membeberkan aib orang lain, dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan, lelaki menyerupai wanita, atau sebaliknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang meniru wanita dan kaum wanita yang meniru kaum elaki”. [HR Imam al-Bukhari].

Dalam bercanda juga tidak boleh melecehkan dan menghina ajaran agama atau orang yang konsisten dengan ajaran agama, seperti melecehkan orang yang memelihara lihyah (jenggot), syariat poligami maupun yang mempraktekkannya, dan lain sebagainya. Karena yang seperti ini, dikhawatirkan terkena firman Allah Azza wa Jalla ,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman. [at-Taubah/9:65-66].

Demikian dan masih ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan saat bercanda, sehingga tidak terjebak dalam perbuatan dosa. Namun sangat disayangkan, banyak orang yang kurang peduli, bahkan sama sekali tidak peduli dengan hal ini. Sehingga kita saksikan, berbagai pelanggaran biasa dilakukan saat bercanda atau menghibur orang. Mulai dari ucapan bohong, membuka aib, melecehkan agama, lelaki menyerupai gaya perempuan atau sebaliknya, mengucapkan kalimat-kalimat yang diharamkan agama seperti ucapan kufur –iyadzan billah- atau bercanda dengan hal-hal yang tidak pantas dijadikan gurauan.

Awalnya, banyak orang yang merasa risih mendengarnya, tapi karena sering, akhirnya seakan-akan menjadi hal yang biasa –semoga Allah Azza wa Jalla melindungi kita dan seluruh kaum muslimin dari perbuatan buruk ini-. Ditambah lagi dengan muncul kesan, bahwa bercanda itu seolah suatu keharusan dalam banyak hal. Sehingga kita saksikan sebagian majlis taklim atau ceramah-ceramah didesain dan dipadukan dengan humor. Akhirnya sebagian orang terkondisikan dengan itu. Akibatnya kajian yang ‘gersang’ dari guyonan kurang mendapat pemggemar

Islam memang menganjurkan untuk menghibur orang yang sedang susah, tetapi bukan secara bebas dengan segala cara. Ada koridor yang perlu diperhatikan. Begitu juga dengan orang yang sedang susah, sah-sah saja mencari atau melakukan sesuatu yang bisa menghibur diri, tanpa dengan melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya.

Renungkanlah, menonton lawak atau canda tanpa batas, sesungguhnya lebih banyak mengandung maksiat dan tidak akan bisa memberikan ketenangan hakiki, melainkan kesenangan semu. Kalaupun canda itu tidak mengandung unsur maksiat dan dosa, tetapi ingatlah pesan Rasulullan Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Janganlah kalian sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.

Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan hidayah kepada kita semua.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3813-majelis-gelak-tawa.html